Hukuman Vonis Penjara 7 Tahun di Berikan Kepada Anak DPR Terkait Kasus Perkosaan Anak Remaja di Bekasi Dinilai Sangat Rendah

Bekasi - Vonis 7 tahun penjara dan ganti rugi atau restitusi sebesar Rp 10 juta kepada AT (21 ), anak anggota DPRD Kota Bekasi atas kasus persetubuhan atau pemerkosaan terhadap remaja 15 tahun dianggap terlalu rendah.

Hal tu disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Bekasi Tantri Herawati.

"Hukuman penjara 7 tahun dan restitusi 10 juta rupiah tidak sebanding dengan penderitaan dan masa depan (korban).

Hakim seharusnya memberikan hukuman maksimal kepada terdakwa," ujar Hera, sapaan Tantri Herawati, dalam keterangannya, Sabtu (4/12).

Hera juga menilai seolah vonis yang digelar PN Bekasi pada Jumat (3/12) terkesan ditutup-tutupi.

Hera mengatakan sejak kasus ini bergulir dia aktif mendampingi korban dan keluarganya.

Bahkan menurut Hera, selain melakukan pemerkosaan, AT diduga melakukan kejahatan perdagangan orang dengan menawarkan remaja 15 tahun itu sebagai pekerja seksual melalui layanan chat daring.

Hal itu disampaikan Hera berdasarkan keterangan korban dalam sidang. Korban, kata Hera, harus melayani empat hingga lima orang lelaki hidung belang yang membayar ke AT.

Masih menurut Hera, restitusi yang diberikan seharusnya bisa menjamin korban untuk menjalani masa depannya dengan layak dan terhormat.

"Rusaknya masa depan seorang anak berusia 15 tahun akibat perbuatan AT tentu tidak sebanding dengan uang 10 juta rupiah.

Belum lagi vonis 7 tahun yang sangat dekat dengan hukuman minimal 5 tahun. Di mana keadilan untuk korban?" ujar dia.

Hendra Keria Hentas, anggota LBH PSI, yang juga menjadi kuasa hukum korban mengatakan vonis yang diberikan hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Hal ini memperlihatkan negara belum maksimal melindungi masa depan generasi bangsa.

"Ketika mendampingi (korban), kami melihat sendiri bagaimana dampak psikologis perbuatan terdakwa. (Korban) menjadi pendiam dan sulit percaya pada orang, bahkan sampai terancam berhenti sekolah.

(Korban) sebagai generasi harapan bangsa sudah mengalami kerusakan psychological yang cukup dahsyat. Pandangan kami, jaksa harus banding," kata Hendra.

Menurutnya, vonis ini juga tidak sesuai dengan pernyataan Ketua Mahkamah Agung yang ingin memastikan terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak dalam penyelesaian perkara di peradilan.

"Jangan biarkan kegelapan kembali datang, jangan biarkan kaum wanita kembali diperlakukan semena-mena," demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H., saat meresmikan webinar digital dengan tema "Meningkatkan Kesetaraan Sex di Peradilan" pada tanggal 25 Oktober 2021," ujar Hendra.

PSI juga mempertanyakan vonis yang terkesan ditutup-tutupi dan tidak ditampilkan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kota Bekasi.

"Kami mendapatkan informasi dari jaksa bahwa vonis sudah dijatuhkan pada 16 November. Anehnya, hingga hari ini keputusan ini belum muncul di SIPP.

Apakah ini sekadar masalah administrasi atau ada keinginan untuk menyembunyikannya dari publik," kata Hendra.

Berita tentang kasus ini kemudian muncul di media pada Jumat (3/12/2021) kemarin saat pengacara korban membenarkan kliennya telah dijatuhi hukuman 7 tahun dan restitusi Rp 10 juta.

Namun, kata pengacara AT, Bambang Sunaryo, sidang vonis digelar pada 3 Desember 2021.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Polisi Masih Memburu Penyuplai Narkoba Jenis LSD yang di Konsumsi Artis Jeff Smith

Polisi Berhasil Menangkap Penculikan Anak yang Ditukar Dengan Beras 3 Karung, Pelaku Ditangkap di Perumahan Elit Kota Makasar

Seorang Suami Tega Menabrak dan Aniaya Istri Usai Pesta Miras Di NTT